Wednesday, January 1, 2025

Menulis Dapat Melatih Kita Bersabar dan Lebih Tenang



Banyak sekali testimoni yang mengatakan bahwa menulis itu mampu melatih kita bersabar. Hal ini tak jauh dari keyakinan yang menyatakan bahwa menulis adalah usaha menuangkan perasaan (emosi) ke dalam rangkaian kata dan kalimat yang membutuhkan pemikiran mendalam dan kebijaksanaan. Amarah bisa sedikit mereda, bahkan menghilang sama sekali saat kita menorehkan tinta di atas kertas sesuai perasaan dan imajinasi saat itu. Karenanya, para ahli kejiwaan menyarankan kita untuk lebih sering menulis untuk melatih kecerdasan emosi.

Kita semua tahu, manusia adalah gudang kelemahan. Pada saat terdesak dan terkekang, perasaan marah sering kali muncul di luar nalar, tak jarang mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalah yang menghadang. Hal itu berlaku hampir kepada semua orang, baik kita sebagai masyarakat biasa atau tokoh terkenal yang diagungkan sebagai pemimpin. Tak jarang, perasaan sedih, kecewa, nelangsa, dan lain sebagainya tiba-tiba mampu mendominasi pikiran. Tidak semua orang mampu mengendalikan perasaan tersebut, bahkan untuk menetralisirnya. Akan tetapi, bagi mereka yang terbiasa dengan pekerjaan menulis, usaha menetralisir perasaan itu biasanya lebih mudah dilakukan.

Kondisi semacam ini pernah dialami Buya Hamka, seorang tokoh besar muslim Indonesia, yang dikenal sebagai penulis besar pula. Suasana politik Indonesia di bawah kekuasaan Sukarno pada masa itu memang tidak bersahabat, bahkan sempat memaksa beliau masuk ke dalam jeruji penjara. Sebagai seseorang yang lahir dari keluarga muslim terpandang di Tanah Minang, Buya Hamka merasa bahwa posisinya di dalam penjara itu sangat memalukan. Beliau mengaku sempat terbersit akan mengakhiri hidup. Akan tetapi, jauh di lubuk hatinya menentang keras. Tanpa harus berpikir panjang, beliau pun mencoba menulis untuk menghilangkan amarah di dalam dada.

Teman-teman tentu akan segera tahu bagaimana perasaan Buya Hamka setelah mencoba menulis. Ya, ketenangan pun menghinggap di hati, sehingga muncullah karya monumental beliau berupa Tafsir Al-Azhar yang masih dikenal hingga saat ini. Bertahun-tahun beliau menghabiskan waktu di penjara dengan menulis dan menulis untuk menghilangkan amarah atas kebijakan politik yang tidak adil terhadap beliau.

Kisah semacam ini tentu tidak hanya dilalui tokoh semacam Buya Hamka. Kita tentu juga tahu tentang kisah peseteru beliau yang telah melahirkan banyak novel populer di kalangan masyarakat, terutama para aktivis. Ya, beliau adalah Pramoedya Ananta Toer, penulis yang sangat progresif melahirkan karya novel dengan tema-tema pergolakan sejarah di negeri ini. Tak sedikit yang karyanya lahir di jeruji penjara. Dari kisah-kisah semacam ini tentu kita semakin yakin bahwa menulis memiliki kekuatan untuk mengubah seseorang menjadi lebih bersabar dan tenang dalam menghadapi kenyataan pahit hidup yang terkadang tak terperi.

Kesabaran dan ketenangan itu tentuakan semakin terasa jika karya tulis kita telah memuncak atau selesai menjadi sebuah naskah yang siap diterbitkan. Akan lebih menenangkan lagi, jika karya tersebut terbit dan mendapat apresiasi yang baik dari pembaca, sehingga menghasilkan pendapatan pasif yang dapat dijadikan sebagai sisi lain penopang kehidupan kita. Untuk itu, kami ucapkan; Selamat menulis, semoga menghasilkan karya yang mencerahkan bagi banyak orang!

logoblog
Previous
« Prev Post
Oldest
You are reading the latest post

No comments:

Post a Comment